Selamat sore Senja
Perkenalkan, namaku matahari. Ini
adalah surat pertamaku untumu, lelaki senja. Aku mengagumimu, Aku suka
melihatmu dibalik jendela kamar, memperhatikanmu diam-diam. Bahkan aku mau
menunggu berjam-jam hanya untuk menatapmu dari jauh. Melihat siluet jingga dari
matamu, terpancar indah.
Perkenalkan, aku mengaku
matahari. Yang mengantarkanmu datang dan pulang. Tak pernah menemanimu singgah,
hanya sebatas melihat.
Aku matahari, begini awalnya
nja..
Waktu itu aku sedang terluka,
rumah yang ku bangun dan hampir jadi runtuh seketika. Padahal aku sudah
membelikan perabotan yang istimewa, ternyata pondasinya kurang kuat, dindingnya
tak tahan lama, dan dia khilaf bergandengan tangan dengan wanita lama, masa
lalunya. Sedangkan “aku” yang kukira bisa menjadi masa depannya hanya berdiri
ditinggal pergi begitu saja. Aku jatuh nja, dan aku menangis untuk kesekian
kalinya. Sejak itu aku menyukai kaca jendela tempatku berdiam diri dengan
sejuta kenangan lama, aku tak menemukan apa-apa, sebelum akhirnya aku menatap
lekat hujan sore itu. Rintik-rintik tak begitu deras, daun di depan jendela
kamarku basah seketika, bau tanah menyeruak, aku menyukainya. Hingga awan hitam
hilang, diperempatan sore, hampir menuju adzan magrib, langit cerah bergumul
jingga, matahari mengantarkan senja untuk datang dibatas cakrawala bagian barat
sana. Aku mengikutinya, hingga aku menemukan tatapan yang berbeda. Ya. Tatapan teduh
dan damai saat matamu tak sengaja menatapku kembali. Hingga kaku bibirku tak
menyungging. Esuknya aku kembali datang menunggumu kembali pulang. Begitu
seterusnya. Tanpa kau tau, aku melihatmu diam-diam.
Sejak saat itu nja.. aku mulai
mencari tau hidupmu. Segala hal tentang kamu.
Tanpa lelah aku memperhatikanmu.
Cukup sampai ini dulu nja, esuk
akan ku lanjutkan ceritaku.
Selamat Sore Senja.
Salam, Matahari.
Solo, 18 Februari 2014.
hmmm, curahan hati ya Wulan. tp curahan hatinya terbingkai dengan bagus kok. tertuang dalam tulisan yang apik. suka dengan metaforanya.
BalasHapusnb. salam kenal di dunia blog ya.