Aku berada di
pertengahan bulan Maret, dan sebulan lagi aku akan menginjak umur 20 tahun. Itu
berarti aku sudah berada di angka 3 tahun tanpa terapi, tanpa menghabiskan uang
ayah dan ibu. Walau nyatanya aku masih ketergantungan dengan obat.
Aku berada di sore
hari dengan guyuran hujan yang lebat, aku menatap datar diluar sana lewat
jendela kamar. Tiba-tiba aku mengingat laki-laki yang selama ini selalu
menguatkanku, walau takut melihatku disuntik, walau selalu menghindar saat
alat-alat medis berada disampingku, tapi aku tau kekuatannya. Ya, laki-laki itu
adalah Ayahku.
Mungkin kalian
akan malu saat ditanya “mandi berapa kali ?” dan jawabannya adalah “satu kali”.
Ayah selalu bilang, “sudah jam 3 dek, mandi dulu sebelum dingin”. Mungkin
kalian akan merasa aneh, tapi tidak demikian untukku. Aku takut dingin,
sungguh. Dokter melarangku untuk mandi lebih dari pukul 4, maka dari itu ayah
dan ibu ku lah yang selalu setia mengingatkanku.
“Aku pernah
jatuh dan tak mampu berdiri” mungkin kata-kata itu konyol bagi kalian, tapi
tidak bagiku. Karena aku pernah jatuh, lumpuh sehari dan memang tidak bisa
berdiri. Aku masih ingat, waktu itu aku duduk dibangku SMP kelas 2. Kakiku
seperti mati rasa, sulit digerakkan bahkan untuk bangun aku tak mampu. Ayah dan
ibu membawaku ke rumah sakit kembali
. Terhitung 6x aku ganti dokter, entah itu
spesialis atau dokter umum, bahkan dokter herbal sekalipun dan Dengan 5x ganti
rumah sakit.
“kalau wulan
mau disuntik, berarti wulan anak pinter. Nanti dibeliin cokelat sama es krim
ya” ibu selalu bilang begitu, saat jarum-jarum kaku itu akan menusuk tubuhku
kembali. Entah berapa kali aku disuntik, aku lupa. Yang jelas seminggu sekali
aku harus mendapat 6 suntikkan di kanan kiri kakiku, dan tak terhitung berapa
biaya yang harus keluar. Itu berlangsung beberapa tahun, dan beberapa tahun
lagi aku ganti pengobatan herbal.
Kalian tau,
apa yang aku minum ? seduhan daun sirsak dan perasan kunyit, jangan tanya enak
atau enggak. Aku sama sekali menikmatinya, karna ibu yang membuatkan untukku.
Lalu kalian bertanya,
apakah waktu itu aku menangis ? aku tidak pernah menangis, sungguh, aku tidak
pernah menangis didepan ayah dan ibuku. Aku hanya menangis saat ayah dan ibu
tidak dirumah, atau saat mereka sudah terlelap tidurnya. Dan aku selalu
menangis saat terbangun, mendengar doa ibu dan ayahku di pertengahan malam. Aku
terjatuh dibelakang pintu, meng”amini” setiap doa beliau.
Lalu kalian
tanya apakah aku lelah ? aku akan tersenyum dan menjawab “ini mungkin belum
seberapa dibanding orang-orang yang disana, aku hanya mampu berusaha. Sekuat
aku.”
Apakah kalian
akan bertanya, aku sakit apa ? aku akan menjawab “tidak tau” karna dari sekian
dokter yang aku ceritakan, tidak ada yang bisa mendiagnosis penyakitku. Ya, aku
mulai sakit sejak kelas 4 SD, 10 tahun yang lalu mungkin aku terlihat tersiksa,
tapi syukurlah semenjak lulus SMA keadaanku dibatas normal. Aku sembuh ?
“belum”. Nyatanya awal semester 2 menjadi seorang mahasiswi aku kembali sakit.
Kalian ingin tau hal apa yang aku lakukan ? aku tidak sekalipun mengabari ayah
ibuku. Aku datang ke rumah sakit sendiri, membuka celengan ayam yang belum
penuh. Kembali aku meminum obat. Seminggu aku kembali sehat. Dan berikutnya aku
kembali jatuh, aku memutuskan untuk tidak kembali ke dokter. Uangku habis dan
tabunganku sudah tidak ada. Aku beberapa bulan bekerja, dengan setumpuk tugas
kuliah juga. Akhirnya uang yang ku dapat kubelikan hadiah untuk ayah dan ibuku,
aku lupa soal terapi.
Dan sekarang,
aku berada di semester 6 dengan umur hampir 20 tahun. Aku sudah mampu mengurus
diri dengan check up ke dokter sendiri, atau sesekali terapi kalau ada uang
lebih. Aku bukan melupakan ayah dan ibuku, tetapi karna ini sudah waktunya aku
yang merawat mereka. Bukan lagi aku yang dirawat. Apalagi semenjak ayah sakit
lemah jantung, aku berusaha sebulan sekali membelikan makanan-makanan bergizi
untuk beliau. Mengatur pola makan dan aktifitas ayah dirumah. Aku sungguh tidak
mau sampai melihat ayah jatuh sakit lagi.
Semoga
ceritaku bisa menjadi pengamatan kalian, hidup terus berjalan, aku terus
memperbaiki diri, ku harap begitu pula dengan kalian. Suatu hari akan ku post
kembali cerita-cerita kecil yang mungkin kalian lupa untuk mengamati. J