Selasa, 25 Maret 2014

“Aku pernah jatuh dan tak mampu berdiri”



Aku berada di pertengahan bulan Maret, dan sebulan lagi aku akan menginjak umur 20 tahun. Itu berarti aku sudah berada di angka 3 tahun tanpa terapi, tanpa menghabiskan uang ayah dan ibu. Walau nyatanya aku masih ketergantungan dengan obat.
Aku berada di sore hari dengan guyuran hujan yang lebat, aku menatap datar diluar sana lewat jendela kamar. Tiba-tiba aku mengingat laki-laki yang selama ini selalu menguatkanku, walau takut melihatku disuntik, walau selalu menghindar saat alat-alat medis berada disampingku, tapi aku tau kekuatannya. Ya, laki-laki itu adalah Ayahku.
Mungkin kalian akan malu saat ditanya “mandi berapa kali ?” dan jawabannya adalah “satu kali”. Ayah selalu bilang, “sudah jam 3 dek, mandi dulu sebelum dingin”. Mungkin kalian akan merasa aneh, tapi tidak demikian untukku. Aku takut dingin, sungguh. Dokter melarangku untuk mandi lebih dari pukul 4, maka dari itu ayah dan ibu ku lah yang selalu setia mengingatkanku.
“Aku pernah jatuh dan tak mampu berdiri” mungkin kata-kata itu konyol bagi kalian, tapi tidak bagiku. Karena aku pernah jatuh, lumpuh sehari dan memang tidak bisa berdiri. Aku masih ingat, waktu itu aku duduk dibangku SMP kelas 2. Kakiku seperti mati rasa, sulit digerakkan bahkan untuk bangun aku tak mampu. Ayah dan ibu membawaku ke rumah sakit kembali
. Terhitung 6x aku ganti dokter, entah itu spesialis atau dokter umum, bahkan dokter herbal sekalipun dan Dengan 5x ganti rumah sakit.
“kalau wulan mau disuntik, berarti wulan anak pinter. Nanti dibeliin cokelat sama es krim ya” ibu selalu bilang begitu, saat jarum-jarum kaku itu akan menusuk tubuhku kembali. Entah berapa kali aku disuntik, aku lupa. Yang jelas seminggu sekali aku harus mendapat 6 suntikkan di kanan kiri kakiku, dan tak terhitung berapa biaya yang harus keluar. Itu berlangsung beberapa tahun, dan beberapa tahun lagi aku ganti pengobatan herbal.
Kalian tau, apa yang aku minum ? seduhan daun sirsak dan perasan kunyit, jangan tanya enak atau enggak. Aku sama sekali menikmatinya, karna ibu yang membuatkan untukku.
Lalu kalian bertanya, apakah waktu itu aku menangis ? aku tidak pernah menangis, sungguh, aku tidak pernah menangis didepan ayah dan ibuku. Aku hanya menangis saat ayah dan ibu tidak dirumah, atau saat mereka sudah terlelap tidurnya. Dan aku selalu menangis saat terbangun, mendengar doa ibu dan ayahku di pertengahan malam. Aku terjatuh dibelakang pintu, meng”amini” setiap doa beliau.
Lalu kalian tanya apakah aku lelah ? aku akan tersenyum dan menjawab “ini mungkin belum seberapa dibanding orang-orang yang disana, aku hanya mampu berusaha. Sekuat aku.”
Apakah kalian akan bertanya, aku sakit apa ? aku akan menjawab “tidak tau” karna dari sekian dokter yang aku ceritakan, tidak ada yang bisa mendiagnosis penyakitku. Ya, aku mulai sakit sejak kelas 4 SD, 10 tahun yang lalu mungkin aku terlihat tersiksa, tapi syukurlah semenjak lulus SMA keadaanku dibatas normal. Aku sembuh ? “belum”. Nyatanya awal semester 2 menjadi seorang mahasiswi aku kembali sakit. Kalian ingin tau hal apa yang aku lakukan ? aku tidak sekalipun mengabari ayah ibuku. Aku datang ke rumah sakit sendiri, membuka celengan ayam yang belum penuh. Kembali aku meminum obat. Seminggu aku kembali sehat. Dan berikutnya aku kembali jatuh, aku memutuskan untuk tidak kembali ke dokter. Uangku habis dan tabunganku sudah tidak ada. Aku beberapa bulan bekerja, dengan setumpuk tugas kuliah juga. Akhirnya uang yang ku dapat kubelikan hadiah untuk ayah dan ibuku, aku lupa soal terapi.
Dan sekarang, aku berada di semester 6 dengan umur hampir 20 tahun. Aku sudah mampu mengurus diri dengan check up ke dokter sendiri, atau sesekali terapi kalau ada uang lebih. Aku bukan melupakan ayah dan ibuku, tetapi karna ini sudah waktunya aku yang merawat mereka. Bukan lagi aku yang dirawat. Apalagi semenjak ayah sakit lemah jantung, aku berusaha sebulan sekali membelikan makanan-makanan bergizi untuk beliau. Mengatur pola makan dan aktifitas ayah dirumah. Aku sungguh tidak mau sampai melihat ayah jatuh sakit lagi.
Semoga ceritaku bisa menjadi pengamatan kalian, hidup terus berjalan, aku terus memperbaiki diri, ku harap begitu pula dengan kalian. Suatu hari akan ku post kembali cerita-cerita kecil yang mungkin kalian lupa untuk mengamati. J

1 komentar:

  1. Wulaann, ada apa denganmu? kamu tidak apa2 kan? kok sepertinya ada hal serius yg kamu sembunyikan dari kami? semoga Sang Maha Pencipta senantiasa melindungi Wulan sekeluarga. Amin

    BalasHapus